PENDIDIKAN GEOGRAFI VI B
LAPORAN
KULIAH
KERJA LAPANGAN III (KKL III)
LATAR
BELAKANG DAN PERKEMBANGAN BUDAYA
DI DESA BAYAN
KELOMPOK IV
NAMA : 1. Misdah (10914A0370)
2.
DikaFebiAnjani (10914A
0251)
3.
Furkan (10914A0027)
4.
GauziMurajdin (10914A)
5.
HumaidiJuhandi (10914A0125)
6.
Heriyanto (10914A0350)
KELAS :
IV B
PRODI : IPS/GEOGRAFI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MATARAM
2012
HALAMAN PENGESAHAN
Laporan Kuliah Kerja Lapangan (KKL III)
Disusun Oleh :
Kelompok IV Kelas VI B
Ketua
: Heriyanto (10914A0350)
Anggota : 1. Misdah (10914A0370)
2. Dika Febi Anjani (10914A 0251)
3. Furkan (10914A0027)
4. Gauzi Murajdin (10914A )
5. Humaidi Juhandi (10914A0125)
Laporan Hasil
Penelitian Kuliah Kerja Lapangan III
Yang dilaksanakan pada
:
Hari : Sabtu, 26 Mei 2012
Lokasi : Desa Bayan
Beleq Kecamatan Bayan Kabupaten Lombok Utara
Sebagai Standar Kelulusan Dalam Mata Kuliah KKL III
PROGRAM STUDI :
GEOGRAFI SEMESTER VI
Di Sahkan Oleh :
Mataram, 21 Mei 2012
Kaprodi Pendidikan
Geografi
Sukuriyadi, S.Kel. M.Si
NIDN : 0820018002
|
Dosen Pengampu
Dedy Rosyadi, S.Pd
NIDN :081706861
|
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyusun makalah ini walaupun dalam bentuk yang sederhana. Laporan
ini disusun agar pembaca bisa memahami
mengenai Latar Belakang Dan Perkembangan Budaya
Bayan.
Kami
mengucapan terima kasih kepada teman-teman
dan semua pihak yang telah membantu dalam
menyelesaikan laporan ini. Kami
sangat mengetahui bahwa didalam laporan
ini masih terdapat kekurangan, oleh karena itu masukan dan kritikan sangat kami harapkan guna penyempurnakan laporan ini dimasa yang
akan datang.
Akhirnya saya
harap, semoga isi dalam laporan ini dapat
bermanfaat bagi para mahasiswa/i Jurusan geografi khususnya
dan masyarakat pada umumnya untuk lebih memahami tentang Latar
Belakang dan Perkembangan Budaya Bayan.
Amin Ya Rabbal
Alamin…….
Mataram, 20 Juni 2012
Hormat Kami,
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar
Belakang
Indonesia
memiliki keanekaragaman budaya dan kesenian, dengan berbagaikebudayaanitu pula
Indonesia mampu dikenal masyarakat internasional.Dengan potensibudaya Indonesia
diharapkan mampu melestarikan serta mengembangkan nilai – nilai luhurdan
beragam sebagai modal ciri khas suatu bangsa. Tidak terkecuali pulau lombok yang memiliki berbagai
macam budaya dan kesenian yang perlu di kembangkan dan diperkenalkan kepada
masyarakat.
Pulau Lombok terletak di provinsi Nusa Tenggara Barat, terkenal dengan
keindahan Gunung Rinjani dan Pantai Senggiginya yang menawan. Di luar itu, pulau
nan indah di sebelah timur pulau Bali ini juga menyimpan bukti sejarah perkembangan
Islam yang teramat tua, dan
masih
terawat dengan baik hingga kini.Dengan
kapasitaspulau lombok yang
tidak begitu besar, pulau ini juga memiliki
potensi dalam bidang budaya. Budaya yang terdapat pada pulau lombok itu sendiri seperti : budaya yang
beragama, budaya dalam pertanian , budaya dalam kesenian dan budaya yang lainnya lainnya yang
terdapat didesa Bayan yang memiliki unsur dan perkembanganbudaya yang tidak kalah terkenal dengan budaya daerah lainnya, yang dapat mendatangkan wisatawan
lokal, maupun wisatawan mancanegara. Desa Bayan
adalah salah satu kecamatan di Kabupaten Lombok Utara.
Letaknya paling ujung timur kabupaten
yang baru seumur jagung tersebut sekalian jadi wilayah perbatasan dengan Kabupaten Lombok Timur.
Bayan mempunyai tempat pariwisata yang indah, Air Terjun Sendang Gile atau yang
sering di sebut oleh orang lokal sebagai Batu Ko' (batu kerbau). Menurut certa
rakyat setempat Sendang Gile ini tempatnya waktu dulu tempat bidadari mandi
kalau lagi turun ke bumi.Dari Bayan juga kita dapat melakukan
tracking/pendakian ke Danau Segara Anak di Gunung Rnjani.
Desa Bayan merupakan satu-satunya daerah yang masih kuat dengan budaya dan tata adatnya jika
dibandingkan dengan daerah-daerah lain yang ada di sekitar pulau Lombok, hanya
saja untuk kedepannya budaya dan tata adat yang berlaku atas kesepakatan
komunal masyarakat adat Bayan terancam mengalami pengikisan sedikit demi sedikit. Masyarakat bayan sendiri sebenarnya sudah dapat
memahamiserta menerima budaya yang masuk dari berbagai unsur-unsur yang dapat mempengaruhi budaya desa bayan itu
sendiri. Akan tetapi masyarakat bayan belum mampu menghindari pengaruh
perkembangan globalisai yang semakin meningkat dari waktu ke waktu.
1.2.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan
latar belakang diatas dapat di rumuskan masalah pada laporan ini adalah sebagai
berikut :
1.
Bagaimana
latar belakang kebudayaan desa Bayan
2.
Bagaimana
perkembangan kebudayaan desa Bayan
3.
Fakto-faktor
yang mempengaruhi perkembangan budaya di desa Bayan
1.3.
Tujuan
KKL
Berdasarkan rumusan masalah diatas dapat di ketahui
tujuan penyusunan laporan ini adalah sebagai berikut :
1.
Untuk
mengetahui latar belakang dan perkembangan budaya Bayan.
2.
Agar masyarakat indonesia pada umumnya dan
khususnya masyarakat lombok tahu tentang
perkembangan budaya yang ada di desa Bayan.
3.
Agar
masyarakat Bayan menghindari pengaruh dari budaya luar yang akan merusak budaya
asli yang ada di Bayan.
1.4.
Manfaat
KKL
Berdasarkan
tujuan diatas dapat di ketahui manfaat laporan ini yakni :
1.
Kita
dapat mengetahui latar belakang dan perkembangan budaya yang ada di desa Bayan.
2.
Kita
dapat mengetahui betapa pentingnya sebuah kebudayaan itu.
3.
Kita
dapat menghindari faktor-faktor yang akan mempengaruhi keaslian sebuah
kebudayaan.
BAB II
TINJAUAN USTAKA
2.1. Tinjaun Tentang Kebudayaan
2.1.1.Pengertian Kebudayaan
Kebudayaan adalah kompleks yang mencakup pengetahuan, kepecayaan, kesenian moral, hukum,
adat istiadat, dan lain-lain
kemampuan-kemampuan serta kebiasaan-kebiasaan yang didapatkan oleh manusia
sebagai anggota masyarakat (EB Taylor, 1871).
Kebudayaan adalah semua hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat. Karya
masyarakat menghasilkan teknologi dan kebudayaan kebedaan kbudayaan jasmaniah
(material culture) yang diperlukan manusia untuk menguasai alam semestanya,
agar kekuatan serta hasilnya dapat diabadikan pada keperluan masyarakat. Rasa
yang meliputi jiwa manusia, mewujukan segala kaidah-kaidah dan nilai-nilai
kemasyarakatan dalam arti yang luas. Didalam termaksud agama, ideologi,
kebatinan, kesenian, dan semua unsur yang merupakan hasil inspektasi manusia.
Cipta merupakan kemampuan mental, kemampuan berfikir dari orang-orang yang
hidup bermasyarakan dan yang antara lain mengasilkan filsafat, serta ilmu
pengetahuan filsafat, serta ilmu pengetahuan baik yang berwujud teori murni,
atau yang telah disusun langsung diamalkan di masyarakat. Cipta dan rasa
disebut kebudayaan rohaniah (spiritual tau immaterial culture). Semua karya,
rasa dan cipta, dikuasai oleh karsa (Selo Soemardjan dan Soeleman Soemardi,
1964).
2.2. Unsur-Unsur
Kebudayaan
Ada
beberapa pendapat ahli yang mengemukakan mengenai komponen atau unsur
kebudayaan, antara lain sebagai berikut:
1. Melville J. Herskovits menyebutkan
kebudayaan memiliki 4 unsur pokokyaitu
a.
Alat-alat
teknologi
b.
Sistem
ekonomi
c.
Keluarga
d.
Kekuasaan
politik
2. Bronislaw Malinowski mengatakan ada
4 unsur pokok yang meliputi:
a)
Sistem
norma sosial yang memungkinkan kerja sama antara para anggota masyarakat untuk
menyesuaikan diri dengan alam sekelilingnya
b)
Organisasi
ekonomi
c)
Alat-alat
dan lembaga-lembaga atau petugas-petugas untuk pendidikan (Keluarga adalah
lembaga pendidikan utama)
d)
Organisasi
kekuatan (Politik)
3.2
Perkembangan Kebudayaan
Kebudayaan
dapat dilestarikan dalam dua bentuk yaitu :
a)
Culture
Experience
Merupakan
pelestarian budaya yang dilakukan dengan cara terjun langsung kedalam sebuah
pengalaman kultural. contohnya, jika kebudayaan tersebut berbentuk tarian, maka
masyarakat dianjurkan untuk belajar dan berlatih dalam menguasai tarian
tersebut. Dengan demikian dalam setiap tahunnya selalu dapat dijaga kelestarian
budaya kita ini.
b)
Culture
Knowledge
Merupakan
pelestarian budaya yang dilakukan dengan cara membuat suatu pusat informasi
mengenai kebudayaan yang dapat difungsionalisasi kedalam banyak bentuk.
Tujuannya adalah untuk edukasi ataupun untuk kepentingan pengembangan
kebudayaan itu sendiri dan potensi kepariwisataan daerah.Dengan demikian para
Generasi Muda dapat mengetahui tentang kebudayaanya sendiri.
Selain dilestarikan dalam dua bentuk
diatas, kita juga dapat melestarikan kebudayaan dengan cara mengenal budaya itu
sendiri. Dengan hal ini setidaknya kita dapat mengantisipasi pencurian
kebudayaan yang dilakukan oleh negara - negara lain.
BAB III
METODELOGI KKL
3.1.
Waktu
dan Tempat
Kuliah Kerja Lapangan IIIYang dilaksanakan pada Hari
Sabtu, 26 Mei 2012. Tempat pelaksanaan kuliah kerja lapangan di desa Bayan
Beleq, Kecamatan Bayan, Kabupaten Lombok Utara.
3.2.
Alat
dan Bahan
NO
|
Alat dan Bahan
|
Volume
|
Kegunaan
|
1
|
Buku dan
Pulpen
|
1
|
Untuk mencatat materi penelitian
|
3
|
Camera
|
1
|
Foto benda
dan lokasi penelitian
|
4
|
Megapon
|
1
|
Sebagai pengeras suara
|
5
|
Handcam
|
1
|
Merekam kegiatan penelitian
|
6
|
Bus
|
2
|
Transportasi untuk ke lokasi
penelitian
|
3.3.
MetodePengumpulan
Data
Adapun
metode yang digunakan pada laporan Kuliah Kerja Lapangan III (KKL III) adalah :
3.3.1. Metode Observasi
Pengertian observasi diberi batasan sebagai berikut: “studi
yang disengaja dan sistematis tentang fenomena sosial dan gejala-gejala psikis
dengan jalan pengamatan dan pencatatan”. Selanjutnya dikemukakan tujuan
observasi adalah: “mengerti ciri-ciri dan luasnya signifikansi dari inter
relasinya elemen-elemen tingkah laku manusia pada fenomena sosial serba
kompleks dalam pola-pola kulturil tertentu” (Kartono :1980)
Observasi merupakan
metode pengumpulan data esensial dalam penelitian, apalagi penelitian dengan
pendekatan kualitatif.Agar memberikan data yang akurat dan bermanfaat,
observasi sebagai metode ilmiah harus dilakukan oleh peneliti yang sudah
melewati latihan-latihan yang memadai, serta telah mengadakan persiapan yang
teliti dan lengkap.
Pada dasarnya observasi bertujuan untuk mendeskripsikan
setting yang dipelajari, aktivitas-aktivitas yang berlangsung, orang-orang yang
terlibat dalam aktivitas, dan makna kejadian dilihat dan perspektif mereka
terlibat dalam kejadian yang diamati tersebut.Deskripsi harus kuat, faktual,
sekaligus teliti tanpa harus dipenuhi berbagai hal yang tidak relevan.
3.3.2. Metode Wawancara
Interview atau wawancara adalah suatu percakapan yang
diarahkan pada suatu masalah tertentu; ini merupakan proses tanya jawab lisan,
dimana dua orang atau lebih berhadap-hadapan secara fisik (Kartono : 1980).
Wawancara merupakan mengajukan pertanyaan-pertanyaan, meminta
keterangan atau penjelasan, sambil menilai jawaban-jawabannya.
Tujuan dari wawancara adalah untuk memperoleh informasi guna
menjelaskan suatu situasi dankondisi tertentu dan untuk melengkapi suatu penyelidikan ilmiah.
3.3.3. Metode
Dokumentasi
Dokumentasi, dari asal katanya dokumen yang artinya
barang-barang tertulis. Di dalam melaksanakan metode dokumentasi peneliti
menyelidiki benda-benda tertulis seperti buku-buku majalah, dokumen, peraturan,
natulen rapat, catatan harian dan sebagainya ( Suharsimi Arikunto: 1993).
Jadi pengertian metode dokumentasi adalah suatu cara untuk
memperoleh data dengan jalan mengambil atau mengutip catatan/ dokumen dari
suatu kejadian atau peristiwa, baik berupa tilisan, gambar atau rekaman yang
disimpan.
Pada prinsipnya tujuan dari dokumentasi adalah untuk
mengkomunikasikan, mengambil suatu informasi dari suatu masalah atau kegiatan
dan menyajikannya ke seseorang yang kurang familiar sehingga orang tersebut
bisa tahu tentang apa yang kita ketahui.
3.4. Teknik Analisis Data
Analisa Data adalah proses yang merinci usaha formal
untuk menemukan tema dan merumuskan hipotesis (ide) seperti yang disarankan oleh
data dan sebagai usaha untuk memberikan bantuan pada tema dan hipotesis itu (Bogdan dan Taylor : 1975)
Adapun teknikanalisis data yang digunakan pada laporan Kuliah Kerja III (KKL III)
adalah :
3.3.1.
Display Data
Penyajian data
(data display).Peneliti mengembangkan sebuah deskripsi informasi tersusun untuk
menarik kesimpulan dan pengambilan tindakan. Display data atau penyajian data
yang lazim digunakan pada langkah ini adalah dalam bentuk teks naratif
3.3.2.
Verifikasi Data
Penarikan
kesimpulan dan verifikasi (conclusion drawing and verification).Peneliti
berusaha menarik kesimpulan dan melakukan verifikasi dengan mencari makna
setiap gejala yang diperolehnya dari lapangan, mencatat keteraturan dan
konfigurasi yang mungkin ada, alur kausalitas dari fenomena, dan proposisi.
3.3.3.
Reduksi Data
Reduksi data
(data reduction), dalam tahap ini peneliti melakukan pemilihan, dan pemusatan
perhatian untuk penyederhanaan, abstraksi, dan transformasi data kasar yang
diperoleh.
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1. Gambaran
Umum lokasi penilitian :
4.1.1.Letak Geografis
(
Gambar 1 : Peta Desa Bayan)
Bayan adalah
sebuah desa di sekitar hutan yang terletak di sisi barat daya Pulau Lombok,
berada di kaki Gunung Rinjani. Desa yang dikenal dengan penduduk asli suku
sasak ini memiliki loyalitas terhadap adat istiadat dalam banyak hal, pola dan
tata cara bermukim.
Letak
geografis desan bayan yaitu :
1.
Sebalah
Selatan Berbatasan dengan Batu Kliang Kabupaten Lombok Tengah
2.
Sebelah
Timur Berbatasan dengan Kecamatan Sambelia Kabupaten Lombok Timur
3.
Sebelah
Barat Berbatasan dengan Kayangan
Kabupaten Lombok Barat
4.
Sebelah
Utara Berbatasan dengan Laut Jawa
4.1.2 Keadaan Penduduk
Masyarakat tradisional Bayan, pada
masa lalu dikenal sebagai penganut agama Islam “Waktu Telu”.Walaupun keberadaan
ajaran ini secara formal sudah tidak ada, namun sisa-sisa kepercayaan lama
masih dapat dilihat pada penyelenggaraan berbagai upacara tradisi, misalnya
upacara ‘sedekah urip’, upacara minta hujan, dan sebagainya.
Dalam berbagai aspek, penganut
kepercayaan “Islam Waktu Telu” di Bayan memiliki pandangan yang “serba tiga”,
misalnya :
a)Dalam kehidupan bermasyarakat,
sumber hukum yang dianutnya terbentuk atas tiga prinsip, yaitu : agama, adat
dan pemerintahan.
b)Sistem organisasi kemasyarakatan,
masyarakat Bayan mengenal tiga lembaga, yaitu :
1.Pemangku Adat, yang menjadi
pimpinan tertinggi di desa, biasanya dijabat secara turun temurun.
2.Pembantu Pemangku, bertindak
menangani urusan pemerintahan
3.Penghulu, dijabat oleh Kiyai,
bertugas menangani urusan keagamaan.
Dari penuturan para Pemangku Adat
diperoleh keterangan bahwa bilangan tiga merupakan pencerminan dari pemahaman
terhadap asal usul terjadinya manusia.Manusia lahir di atas dunia atas kehendak
Tuhan dengan perantaranya ayah dan ibu. Inti ajaran “ Waktu Telu “ merupakan
pengejawantahan ajaran budi pekerti dalam kehidupan sehari-hari. Unsur ajaran
“Islam”nya tampak pada adanya sejumlah perintah dan larangan, seperti :
a). tidak boleh melawan orang tua
b). harus menghormati saudara tua
c). tidak boleh bertengkar
d). tidak boleh membunuh
Bagi kelompok masyarakat, yang
terpenting adalah sikap hidupnya di dunia manusia harus berbuat baik terhadap
sesamanya. Perkara pelaksanaan syariat agama (fiqih), cukup melaksanakan yang
menonjol (pokok-pokok) saja, misalnya ; menyelenggarakan upacara peringatan
Maulud Nabi Muhammad S.A.W., sholat Hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha atau “
ngaji makam “ pada tahun Alip.
Dari uraian-uraian tersebut kita
mendapatkan gambaran tentang “rekonstruksi kondisi sosial budaya’ masyarakat
tradisional Bayan, sebagai masyarakat pendukung keberadaan bangunan cagar
budaya masjid Bayan Beleq.
4.1.3.
Kondisi Lingkungan
Desa Bayan dengan luas wilayah 8.700
ha merupakan daerah perbukitan dengan latar kaki gunung Rinjani disebelah
selatan.Alam disekitar desa berupa lahan persawahan, ladang atau tegalan, dan
hutan di bagian selatan.Tanah disekitar wilayah desa pada dasarnya subur, namun
karena jangkauan irigasi yang belum merata jadi sebagian dari wilayah desa pada
musim kemarau sangat kering.
Kondisi alam yang membelakangi
gunung dengan hutan lindungnya, menghadap ke laut lepas, serta didukung adanya
sumber air yang relatif memadai merupakan gambaran wilayah yang ideal untuk
dikembangkan oleh karena itu Desa Bayan Beleq pun berkembang menjadi daerah
padat penduduk terbesar di pulau Lombok bagian Utara, dan dikenal dengan air
terjun Senaru.
4.2. Latar
Belakang Kebudayaan Desa Bayan
Agama Islam masuk di pulau Lombok
pada awal abad ke-16, dilihat dari bunyi ‘dua kalimat Syahadat’ kitab fiqih,
suluk, dan lontar yang menjadi pedoman pemeluk agama Islam (pada masa awal) di
Lombok, jelas bahwa agama Islam datang di Pulau Lombok dari Pulau Jawa. Setelah
raja Lombok (yang berkedudukan di Teluk Lombok menerima Islam sebagai agama
kerajaan, dari Lombok agama Islam dikembangkan ke seluruh wilayah kerajaan
tetangga, seperti Langko Pejanggik, Parwa, Sarwadadi, Bayan, Sokong, dan Sasak.
Sunan Pengging, pengikut Sunan
Kalijaga, datang di Lombok pada tahun 1640 untuk menyiarkan agama Islam (sufi).
Ia kawin dengan putera dari kerajaan Parwa sehingga menimbulkan kekecewaan raja
Goa. Selanjutnya, raja Goa menduduki Lombok pada tahun 1640. Sunan Pengging
terkenal juga dengan nama Pangeran Mangkubumi ke Bayan. Di Bayan ia
mengembangkan ajarannya, yang kelak menjadi pusat kekuatan suatu aliran yang
disebut “Waktu Telu”.
Bagi masyarakat pulau Lombok pada
umumnya, Bayan dikenal sebagai sebuah ‘desa tua’ dalam arti kebudayaannya.Nama
Bayan identik dengan sosok desa tradisional, adat istiadat, dan norma-norma
budaya lama yang masih mewarnai pola kehidupan masyarakatnya.
Masjid kuno Bayan Beleq adalah
peninggalan terpenting dan terbesar yang dapat dijadikan sebagai bukti dan
bahan kajian tentang masa awal berkembangnya ajaran agama Islam di Pulau Lombok
pada umumnya, dan Bayan khususnya.
Bila kita perhatikan bentuk, ukuran,
dan gaya arsitekturnya, terdapat persamaan yang sangat mendasar dengan
bangunan-bangunan masjid kuno yang terdapat di Rembitan dan Gunung Pujut,
Kabupaten Lombok Tengah. Persamaan ini dapat menjadi petunjuk bahwa ketiga
bangunan masjid itu berasal dari periode yang sama.
Bentuk dasar bangunan bujur sangkar,
konstruksi atap tumpang dengan hiasan puncak berupa mahkota yang merupakan ciri
khas dari bangunan masjid periode awal berkembangnya agama Islam di
Indonesia.Letak bangunan berada di tempat yang relatif tinggi, tata letaknya
berdampingan dengan makam tokoh-tokoh penyebar agama Islam di Bayan.Kesemuanya
itu menunjukkan adanya kesamaan konsepsi pemikiran masyarakat pendukung
kebudayaan itu (Islam di Bayan) dengan masyarakat pra Islam.Sikap konsisten
masyarakat Bayan yang selalu berusaha untuk tidak mengubah bentuk maupun bahan
bangunan yang digunakan (dengan alasan kepercayaan) menunjukkan bahwa pengaruh
kebudayaan lama pada masyarakat Bayan sangat kuat.
Menurut Pemangku Adat Bayan, bahwa
bahan atap bangunan masjid diambil dari tempat khusus, di desa Senaru. Bila
atapnya rusak atau hancur, perbaikannya harus pada tahun Alip yang datangnya
sewindu (8 tahun) sekali. Pembebanan biayanya secara tardisional telah terbagi
kepada masyarakat desa di sekitarnya yaitu :
a). atap sebelah utara, desa Anyar
b). atap sebelah timur, desa Loloan
c). atap sebelah selatan, desa Bayan
d) atap sebelah barat, desa Sukasada
pelaksanaan perbaikan dilakukan
secara gotong royong, dipimpin oleh para Pemangku Adatnya.
4.2.1. Sejarah Masjid Desa Bayan
Masjid Bayan Beleq diperkirakan dibangun pada abad ke 17
masehi, meskipun tak ada angka tahun yang pasti.Namun Pengulu Adat Bayan
berkeyakinan bahwa Masjid Bayan Beleq dibangun bersamaan dengan masuknya Islam
ke pulau Lombok di Abad ke sebelas atau sekitar tahun 1020 masehi. Bila hal ini
benar, maka akan mengubah sejarah masuknya Islam ke Indonesia yang selama ini
selalu disebutkan masuk dan berkembang di Indonesia sekitar abad ke 13 Masehi.
(Gambar 2 : Masjid
Desa Bayan)
Meski terlihat sederhana, Masjid Bayan Beleq merupakan masjid
pertama yang berdiri di Pulau Lombok dan kecamatan Bayan sendiri memang
terkenal sebagai salah satu pintu gerbang masuknya ajaran Islam ke Pulau
Lombok. Masjid Bayan Beleq telah menjadi salah satu situs bersejarah yang
ada di Indonesia.Karena usianya yang lebih dari 300 tahun.
4.3. Perkembangan
Kebudayaan Desa Bayan
Secara garis besar kebudayaan Indonesia dapat kita
klasifikasikan dalam dua kelompok besar.Yaitu Kebudayaan Indonesia Klasik dan
Kebudayaan Indonesia Modern. Para ahli kebudayaan telah mengkaji dengan sangat
cermat akan kebudayaan klasik ini. Mereka memulai dengan pengkajian kebudayaan
yang telah ditelurkan oleh kerajaan-kerajaan di Indonesia.Sebagai layaknya seorang
pengkaji yang obyektif, mereka mengkaji dengan tanpa melihat dimensi-dimensi
yang ada dalam kerajaan tersebut.Mereka mempelajari semua dimensi tanpa ada
yang dikesampingkan.Adapun dimensi yang sering ada adalah seperti agama,
tarian, nyanyian, wayang kulit, lukisan, patung, seni ukir, dan hasil cipta
lainnya.
4.3.1.Kain Tenun
Pakaian memang lazim dijadikan penanda identitas, bahkan
status sosial pemakainya. Dalam masyarakat adat: warna-warna tertentu,
motif-motif khusus, model pakaian dan asesoris yang menyertainya bisa jadi
hanya boleh dikenakan oleh orang-orang tertentu dan pantang dikenakan oleh
kelompok orang lainnya.
Kendati sepintas lalu tidak mudah bagi orang luar mengenali
pembedaan cara berpakaian itu, namun sesungguhnya warga masyarakat adat itu
sendiri senantiasa menaati suatu aturan tata-cara berpakaian adat dengan patut
dan sepantasnya. Demikian halnya dengan pakaian adat Bayan di Desa Bayan,
Kecamatan Bayan, Kabupaten Lombok Utara. Melalui pakaian yang dikenakannya
sebetulnya tercermin posisi sosial, yakni apakah dia tokoh adat atau bukan dan
apakah dia partisipan pelaksana upacara atau sekadar partisipan yang hadir
dalam upacara; terpajang stratifikasi sosialnya, misalnya apakah dia dari
golongan perwangsa (bangsawan) atau jajarkarang (orang awam); tergambar
peranan-peranan sosial tertentu dalam skenario upacara, antara lain penggunaan
asesori tongkol jagung sebagai simbol kelelakian, meskipun pemakainya adalah
perempuan atau berdandan ala perempuan kendati pemakainya adalah pria; dan berbagai
aspek-aspek penanda identitas lainnya.
Penggunaan pakaian adat selalu berkenaan dengan
penyelenggaraan upacara adat.Di antara berbagai upacara adat di Bayan, ada dua
kategori upacara adat yang senantiasa melibatkan kemeriahan orang
banyak.Kategori pertama ialah upacara berkenaan hari-hari besar adat-keagamaan,
yakni maulud, lebaran tinggi (Fitri) dan lebaran pendek (Adha).Pada kategori
upacara ini prosesi mauludan adat merupakan yang paling gegap-gempita,
diselenggarakan selama dua hari dua malam.
Kategori kedua ialah upacara berkenaan dengan siklus hidup
seseorang, seperti perkawinan hingga kematian. Dalam kategori ini Orang Bayan
membaginya menjadi dua, yaitu Gawe Urip, yaitu upacara-upacara terkait
kehidupan seseorang, misalnya perkawinan, kehamilan, kelahiran, buang awu
(memberi nama bayi), ngurisan (potong rambut) hingga nyunatan (khitan); dan,
Gawe Mati, yaitu upacara-upacara terkait dengan kematian, mulai hari 'H'
meninggalnya si mati hingga rangkaian upacara lanjutannya, hingga ton-tonan
(peringatan ulang tahun kematian). Dalam kategori kedua ini upacara besarnya
disebut gawe beliq, yang bisa berupa perkawinan atau khitanan.Disebut demikian,
artinya upacara besar, karena seringkali rangkaian hari 'H' upacara ini bisa
berlangsung sampai sekitar seminggu non-stop.Setiap hari sekurang-kurangnya
seekor kerbau atau sapi dipotong untuk masakan menjamu para tetamu, lain lagi
hitungan kambing dan domba yang ikut disembelih guna memeriahkan
perhelatan.Peresaian, yakni permainan olahraga adu rotan dan berbagai group
seni kerawitan (musik tradisional) biasanya ikut diselenggarakan dalam
pelaksanaan gawe beliq ini.
Ketika dilaksanakan inti perayaan maulud maupun
penyelenggaraan gawe beliq, para pelaku upacara menggunakan pakaian adat
lengkap sesuai peruntukannya. Dalam rangkaian pawai adat maulud di Desa Bayan
Beliq misalnya, dua pasang pria berdandan dan berpakaian sebagai pasangan
lelaki dan perempuan yang menyimbolkan Adam-Hawa dan tuaq-turun (leluhur) Orang
Bayan, lalu diikuti oleh wakil-wakil dari kampu, yaitu kesatuan pemukiman adat
dan desa-desa adat terkait. Sedangkan di Desa Semokan, satu desa yang lebih
konservatif di lingkungan masyarakat adat Bayan, para wanita yang melaksanakan
pawai berbaris menuju pedangan (dapur umum) setelah prosesi pencucian beras
adat di Sungai Semokan.
Sebagian pakaian adat Bayan merupakan hasil karya tenunan
tangan (manual) para gadis, ibu-ibu hingga nenek-nenek di Desa Bayan, Kecamatan
Bayan dan sekitarnya. Misalnya Jong, yakni penutup kepala wanita, hanya dapat
dibuat oleh para penenun yang berpengalaman karena rumitnya corak dan pewarnaan
yang harus dikerjakan. Penenun Jong biasanya menyimpan rahasia pembuatannya
sebagai warisan turun-temurun.
4.3.2 Waktu Telu
Wetu Telu (bahasa
Indonesia:Waktu Tiga) adalah praktik unik sebagian masyarakat suku Sasak
yang mendiami pulau Lombok dalam menjalankan agama Islam. Ditengarai
bahwa praktik unik ini terjadi karena para penyebar Islam pada masa lampau,
yang berusaha mengenalkan Islam ke masyarakat Sasak pada waktu itu secara
bertahap, meninggalkan pulau Lombok sebelum mengajarkan ajaran Islam dengan
lengkap[1].
Saat ini para penganut Wetu Telu sudah sangat berkurang, dan hanya terbatas
pada generasi-generasi tua di daerah tertentu, sebagai akibat gencarnya para
pendakwah Islam dalam usahanya meluruskan praktik tersebut.
4.4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Budaya di Desa Bayan
Kecenderungan perubahan sosial dan kebudayaan banyak
dipengaruhi oleh berbagai faktor.Faktor tersebut ada yang mendorong,
memperlancar, mempengaruhi, menghambat, ataupun menghalangi setiap perubahan
sosial dan kebudayaan.
1.
Faktor Pembentuk Kebudayaan
Kebudayaan
itu dapat terbentuk karena berbagai faktor. Faktor pembentuk kebudayaan itu,
antara lain :
a.
Manusia dengan cipta, rasa, dan karyanya
b.
Lingkungan alam
c.
Kontak antarbangsa atau disebut pula dengan
kultur kontak;
d.
Keyakinan kepercayaan dan peranannya dalam pembentukan
kebudayaan
2.
Faktor yang Mendorong dan Mempengaruhi Perubahan
Kebudayaan
Faktor yang dapat mendorong dan mempengaruhi perubahan kebudayaan meliputi hal-hal sebagai berikut :
Faktor yang dapat mendorong dan mempengaruhi perubahan kebudayaan meliputi hal-hal sebagai berikut :
a.
Perubahan lingkungan alam (musim, iklim, dan
land use).
b.
Perubahan kependudukan (jumlah, penyebaran, dan
kerapatan penduduk).
c.
Perubahan struktur sosial (Organisasi
pemerintahan, politik, negara, dan hubungan internasional).
d.
Perubahan nilai dan sikap (sikap mental
penduduk, kedisiplinan, dan kejujuran para pemimpin).
3.
Faktor yang Menyebabkan Perubahan Sosial dan
Kebudayaan
a. Sebab-sebab
berasal dari luar masyaraka
- Peperangan
antarnegar
- Pengaruh
kebudayaan masyarakat lain
b. Sebab-sebab
berasal dari lingkungan fisik di sekitar manusia; Bencana alam
c. Sebab-sebab bersumber pada masyarakat itu sendiri
c. Sebab-sebab bersumber pada masyarakat itu sendiri
- adanya
penemuan baru
- bertambah
atau berkurangnya jumlah penduduk
- terjadinya
pemberontakan
- pertentangan
dalam masyarakat itu sendiri
Bentuk-bentuk perubahan sosial budaya dapat terjadi secara
cepat maupun lambat.Selain itu, perubahan sosial budaya ini juga dapat
berpengaruh luas maupun tidak luas dan perubahan sosial budaya dapat
direncanakan pula dapat tidak direncanakan. Adapun macam-macam perubahan sosial
budaya meliputi :
a.
Akulturasi adalah pertemuan dua kebudayaan dari bangsa
yang berbeda sehingga satu sama lain saling mempengaruhi. Misal lahir
kebudayaan Hindu-Jawa.
b.
Sinkretisme adalah perubahan kebudayan di masyarakat
secara damai, tidak ada pertentangan karena kedua sisi berpadu dengan sinkron
c.
Milenarisme atau mesianisme adalah perubahan kebudayaan
di masyarakat yang sudah dinantikan bersamaan munculnya pemimpin yang dianggap
bijaksana, adil, dan wibawa. Misal adanya gerakan ratu adil di Indonesia di
awal masa kemerdekaan.
d.
Asimilasi adalah proses sosial dua kebudayaan yang
berbeda secara berangsur-angsur sehingga berkembang dan melahirkan kebudayaan
baru..
e.
Adaptasi adalah proses penyebaran kebudayaan yang
masing-masing kebudayaan tersebut bisa beradaptasi dengan lingkungannya.
f.
Nominasi terjadi jika kebudayaan setempat terdesak dan
lenyap oleh kebudayaan baru.
g.
Sintesis adalah
terjadinya percampuran dua kebudayaan yang berbeda dan melahirkan bentuk
kebudayaan baru yang berbeda dari keduanya.
BAB V
PENUTUP
5.1.
Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat di dipetik dari laporan ini yakni :
1.
Kebudayaan merupakan suatu yang kompleks mencakup pengetahuan, kepecayaan,
kesenian moral, hukum, adat istiadat, dan lain-lain kemampuan-kemampuan serta
kebiasaan-kebiasaan yang didapatkan oleh manusia sebagai anggota masyarakat
yang patut untuk dilestarikan guna mempertahankan kebudayaan suatu daerah dan
diperkenalkan kedaerah lainnya
2.
pemerintah memiliki peran yang cukup
strategis dalam upaya pelestarian kebudayaan daerah ditanah air. Pemerintah
harus mengimplementasikan kebijakan - kebijakan yang mengarah pada upaya
pelestarian kebudayaan nasional
3.
Kita lebih bangga terhadap budaya -
budaya impor yang sebenarnya tidak sesuai dengan budaya kita sebagai orang
timur. Budaya daerah banyak hilang dikikis zaman. Oleh sebab kita sendiri yang tidak
mau mempelajari dan melestarikannya. Alhasil kita baru bersuara ketika negara
lain sukses dan terkenal dengan budaya yang mereka curi secara diam - diam.
4.
Masyarakat harus memahami dan mengetahui
berbagai kebudayaan yang kita miliki. Pemerintah juga dapat lebih memusatkan
perhatian pada pendidikan muatan lokal kebudayaan daerah.
5.
Generasi Muda Indonesia wajib untuk
menjaga dan melestraikan kebudayaan kita ini. Tunjukanlah bahwa kita ini
merupakan Generasi Muda yang peduli dan cinta akan kebudayaan sendiri.
5.2. Saran
Untuk mempertahankan predikat Bayan sebagai kota Adat
maka diperlukan partisipasi dari masyarakat dan pemerintah untuk menjaga dan
mensosialisasikannya. Masyarakat menjaga dengan tetap melaksanakan adat dan
pemerintah mendukung dengan menulis dan membukukan tentang adat Bayan supaya
generasi berikutnya tidak kehilangan jejak sejarah budaya nenek moyangnya.
“Untuk itu kita juga memerlukan pemerintah yang berasal dari golongan adat dan
mau membangun adat”.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin,Masyhuri.2009.definisi
kebudayaan menurut para ahli.google
Bakker, JWM. 1999. ”Filsafat Kebudayaan, Sebuah
Pengantar”. Penerbit Kanisius; Yogyakarta.
Soerjono Soekanto, 1993
Tentang struktur social.di akses di
mataram.
Menteri
Dalam Negeri Nomor 52 Tahun 2007 tentang Pedoman Pelatihan dan Pengembangan
Adat Istiadat dan Nilai-Nilai Sosial Budaya Masyarakat.
Penelitian
sosioligis ilmuwan Barat abad ke-20, seperti Van Eerde dan Bousquet Geertz, dan
ditulis oleh Mark Woodward Tentang konsep budaya, di akses di Mataram.
Poespowardojo,
Soerjanto, “Pengertian Local Genius dan
Relevansinya dalam Modernisasi”, [Jakarta: Pustaka Jaya, 1986]
Schwarz,
Adam, A Nation in Waiting in 1900s, [Australia:Allen& Unwin Ltd.,
1994]
Sriyaningsih
dan Rosidi, M., Wujud, Arti, dan fungsi Puncak-Puncak Kebudayaan Lama dan Asli
Bagi Masyarakat Pendukungnya di NTB, [Depdikbud, 1996]
Amin,
Ahmad, et all, Adat Istiadat Daerah Nusa
Tenggara Barat, [Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, 1997]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar